TIMES PASAMAN, MALANG – Wisatawan yang berkunjung ke Kota Malang, harus sejenak meluangkan waktunya untuk melipir ke salah satu tempat kuliner ikonik kota ini, Pecel Kawi Hj. Musilah.
Warung yang berdiri tahun 1975 ini telah banyak meninggalkan citra positif kepada banyak pelanggan yang datang. Tak heran jika di tengah kerasnya dunia bisnis kuliner kota besar pun, warung ini tetap eksis dan bertahan dan menjadi warung pecel legendaris di Malang.
Ruang makan lantai dua Warung Pecel Kawi Hj. Musilah. Pengunjung ramai memenuhi ruangan dan menikmati hidangan bersama rekan dan keluarga. (FOTO: M. Arif Rahman Hakim/TIMES Indonesia)
“Rasa sajian makanan di sini enak, juara. Tempatnya juga nyaman, kebersihan dijaga,” kesan Ade Kurniawan (22), pengunjung, kepada TIMES Indonesia awal pertengahan Februari 2025.
Warung Pecel Kawi menyajikan banyak menu masakan tradisional dan tentu nasi pecel sebagai sajian menu utamanya, seperti rawon, soto, lodeh, dan banyak lagi yang juga tak kalah sedapnya. Pelanggan juga dapat menambahkan lauk satuan seperti tahu bali, sate komo, paru, sate gulung, dan banyak lainnya untuk dijadikan pelengkap menikmati sajian makanan berat yang siap disantap.
Dari Pecel Keliling Sampai Dua Bangunan yang Selalu Dicari Turis
Perjalanan panjang telah dilalui oleh para pendiri hingga Warung Pecel Kawi mencapai posisinya saat ini sebagai salah satu destinasi kuliner ikonik di Kota Malang.
Hj. Musilah (pendiri usaha), dipajang berpigura di ruang makan lantai pertama. (FOTO: M. Arif Rahman Hakim/TIMES Indonesia)
"Dulu, kami berjualan dengan cara dipikul, lalu beralih ke warung bambu. Seiring waktu, berkembang hingga menjadi seperti sekarang," ujar Ibu Lilik Pujiati, atau yang akrab disapa Bu Lik, salah satu karyawan Pecel Kawi.
Bu Lik bercerita, Hj. Musilah besama suaminya mulanya menjajakan nasi pecel dagangannnya di sekitaran kampung setempat dan sepanjang Jalan. Kawi, kawasan yang kini menjadi lokasi warung Pecel Kawi.
Kemudian, setelah berjalannya waktu, barulah mendirikan warung dari anyaman bambu (atau yang biasa disebut gedek dalam Bahasa Jawa) di Jalan. Kawi atas No. 43B sebagai lokasi tetap berjualan waktu itu.
Seiring berjalannya waktu, warung ini semakin dikenal. Warung yang tadinya dari anyaman bambu direnovasi. Sekarang warung tersebut berwajah bangunan paten lima lantai berbahan semen. Dua lantai diperuntukkan untuk warung Pecel Kawi karena pelanggan seringkali membeludak.
Pihak Pecel Kawi juga membuat bangunan di ssamping kiri warungnya untuk dijadikan sebagai tempat usaha yang sama. Maka jadilah, warung pecel legendaris tersebut ibarat memiliki dua mesin kembar yang saling berimpitan untuk meneruskan kelangsungan usahanya.
Pelayanan Maksimal, Inovasi Tak Ketinggalan
Nama Warung Pecel Kawi sudah dikenal luas, bahkan hingga lintas daerah. Tak heran jika banyak pelancong yang singgah di Malang menyempatkan diri mampir ke warung legendaris ini.
"Biasanya, wisatawan yang ingin datang ke sini menghubungi kami terlebih dahulu. Kami pun bisa menyiapkan tempat dan pesanannya. Begitu juga dengan tokoh publik, kepala daerah, hingga selebriti yang sesekali berkunjung," ujar Bu Lik.
Untuk mengabadikan momen tersebut, foto-foto kunjungan para tokoh dipajang di dinding ruangan lantai pertama, lengkap dengan bingkai. Beberapa di antaranya juga menghiasi dinding tangga menuju lantai kedua.
Tak hanya menjaga cita rasa masakan, memberikan pelayanan terbaik, dan menjaga kebersihan tempat, Pecel Kawi juga berinovasi dengan menjual produknya secara online. Produk yang ditawarkan berupa bumbu pecel dalam berbagai tingkat kepedasan—pedas, manis, dan sedang—yang bisa disesuaikan dengan selera pelanggan.
"Kami sering mengirim pesanan ke Jakarta, Kalimantan, dan berbagai daerah lainnya," jelas Bu Lik. Langkah ini diambil sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan zaman, agar Pecel Kawi tetap eksis di tengah gempuran makanan modern yang terus bermunculan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Warung Pecel Kawi, Kuliner Legendaris Kota Malang yang Wajib Dikunjungi
Pewarta | : M. Arif Rahman Hakim (Magang MBKM) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |